SEJAUH MANA PENDIDIKAN TINGGI MENINGKATKAN KUALITAS MUTU PENDIDIKAN UNTUK MENEMBUS KEBIJAKAN REKRUTMEN DAN PASAR TENAGA KERJA

Oleh : Bambang Supiansyah, S.IP.,M.Kes

Sekelumit cerita sekedar pembuka analisa kita terhadap kualitas pendidikan tinggi dalam menghadapi kebijakan rekrutmen dan pasar tenaga kerja   adalah alhasil dari pembicaraan empat tokoh tenaga pengajar yang saya istilahkan inisialnya masing-masing si Mak, si Raj Madt, si Pangka, si Katanah, dan si Bejo.  Pada suatu hari tokoh-tokoh ini bertemu dalam suatu forum tidak resmi, alhasil terjadilah perbincangan yang masing-masing tokoh ini memiliki argumen yang memang masuk akal tetapi berbuah hal yang negative membuat masing-masing tokoh sedikit terperangah, perbincangan tersebut diantaranya seperti berikut :

Si Mak : “kita ini tenaga pendidik…ya mbok waspada …eling….janganlah pola pendidikan kita ini hanya berkedok pendidikan saja….jangan pikir uang…uang dan uang saja….tetapi mutunya kosong” ….(dalam hati dia berkata inilah trik untuk menarik simpati…mereka belum tahu siapa Mak Lampir ini…..he he hee….aku kan cukup berumur mereka pasti percaya siapa tahu kedepan saya terpilih jadi pimpinan lembaga ini).

Si Pangka : “ iya mak…saya paham kok yang mak maksud….kalau bekerja itu…..walaupun ada kecurangan …permainannya harus cantik kan mak ya…?”  (dalam hati Pangkalima berkata juga… yang penting dapat penghasilan mutu atau tidak itu urusan nantilah….jam mengajar ada,…..yang penting masuk….suruh aja mahasiswanya nebus modul…baca sendiri….cukup deh….he he heeee).

Si Mak : “ Nah itu yang mak maksud….”

Si Raj Madt : “ Mak kalau saya menerima mahasiswa tanpa jalur seleksi….dan langsung pada semester tiga…boleh kan Mak…?

Si Mak :“semua boleh….boleh aja….asal ….he he heee ….pahamkan yang mak maksud….. “

Si Raj Madt : “Ok….Mak beresssss….”

Si Katanah :”Kalau saya sih….mau diterima di semester berapa aja…nggak masalah …..yang penting...nanti di mata kuliah saya….mahasiswa saya rendahkan aja nilainya….nah kalau remidi….kan ….lumayan hasilnya….satu orang per mata kuliah…saya bisa meraup jutaan dong….boleh kan Mak…?, dan saya tidak perlu ngasih persen ya mak?.

Si Mak  : ”ach…kalau yang seperti itu sih…mak….gimana ya….ok lah mak…tidak minta persen…….tapi…..permainannya harus cantik ya!

Si Pangkali, Si Raj Madt, dan Si Katanah serentak mengucap : “OK..Mak…..SiiiiiP”.

Si Bejo dalam perbincangan tersebut tidak ada, dan memang bahaya kalau si Bejo ada. Namun si Bejo sering sekali berkomentar dalam hati, “para pengajar ini kok…happy-happy semua…ada apa ya?,….ahhh….masa bodoh lah…yang penting nasibku Bejo…orang pintar itu belum tentu berhasil dan sukses….yang pasti orang Bejo yang selalu berhasil…ha ha haaa”.

Dari perbincangan tersebut diatas, sangat jelas terlihat, betapa bobroknya mutu pendidikan tinggi kita bila semua tenaga pengajar pendidikan tinggi memiliki budaya kerja yang rendah dan berkarakter seperti itu. Padahal dalam menerobos dunia kerja  sangat ditentukan oleh mutu atau kualitas yang dimiliki oleh individu itu sendiri. Jika kita perhatikan sekarang, betapa mudahnya untuk mencari gelar kesarjanaan, tetapi tanpa sadar si individu sudah menciptakan beban moral terhadap dunia kerja, karena apa? karena seharusnya dengan bertambahnya tingkat pendidikan seseorang, maka akan dibarengi juga dengan meningkatnya kemampuannya. Tetapi miris sekali rasanya bila kita lihat sekarang, gelar kesarjanaan bak jamur tumbuh dimusim hujan, seakan-akan tidak terkendali pesatnya para pemegang gelar kesarjanaan. Kalau gelar kesarjanaan tersebut dibarengi meningkatnya kemampuannya tidak masalah, tetapi jika memiliki gelar kesarjanaan hanya sekedar aktualisasi diri atau status saja tanpa diberengi peningkatan kemampuan, sungguh-sungguh miris rasanya.

Jika pola pendidikan tinggi seperti perbincangan di atas, sungguh memalukan sebagai lembaga pendidikan tinggi dan itu sama halnya dengan pembodohan public. Kenapa dapat dikategorikan sebagai pembodohan public?, karena dengan adanya tenaga pengajar yang seperti perbincangan di atas, terkesan masa bodoh dengan hasil, yang penting isi saku pengajar bisa lebih tebal. Padahal perbincangan di atas hanya sekelumit agenda yang tersirat saja, masih banyak hal lain yang memicu tidak adanya peningkatan kemampuan para pemegang gelar kesarjanaan, seperti dalam pembuatan skripsi, para mahasiswa seolah-olah dipersulit dalam membuat skripsi, dalam hal membimbing para pembimbing sangat lihai dalam menyalahkan penulisan skripsi tetapi solusi untuk perbaikan dengan sengaja di buat abstrak. Dan pada akhirnya mahasiswa menyusun strategi bagaimana agar supaya dalam proses pembuatan skripsi bisa mudah.

Alhasil si mahasiswa mendengar berdasarkan informasi mahasiswa-mahasiswi terdahulu didapatlah info bahwa mahasiswa tidak usah repot-repot berpikir dalam pembuatan skripsi, ternyata dilembaga tersebut sudah ada beberapa oknum yang memiliki “Bank Skripsi”  tinggal nego sajalah. Jika sudah sepakat si oknum dan si mahasiwa akan berlengganglah, bagaimana tidak, kan sama-sama untung, walaupun  ternyata skripsinya hanya berganti kulitnya saja bak seekor ular yang melepaskan kulit usangnya.

Parahnya pada saat ujian skripsi dilaksanakan para penguji kebingungan, ada beberapa mahasiswa memiliki skripsi yang sama tetapi judul sampul berbeda. Persis seperti “Overa Van Java”,“Mahasiswanya kebingungan, dosen penguji lebih bingung lagi”. Kenapa penulis menyebutkan laksana Overa Van Java?, karena kalau di Overa Van Java kita selalu dibingungkan alur cerita yang diperankan masing-masing wayang, bukan hanya penonton yang bingung tetapi wayangnya juga bingung bahkan dalangnyapun tambah bingung oleh ulah para wayangnya. Sedangkan pada dunia pendidikan kita dibingungkan oleh ulah para oknum pendidikan yang tanpa pikir panjang dengan berkedokan tidak mempersulit para mahasiswa tetapi hal yang terburuk tercipta pada karakteristik para alumnus di dunia kerja.

Sebenarnya yang terjadi adalah hanyalah pembodohan public yang tercipta, alumnus seolah-olah sangat pandai dan cerdas tetapi  Sungguh parah, kita dengan sengaja menciptakan alumnus yang jauh dari yang diharapkan, alias memiliki kompetensi yang dibawah standar dan tidak dapat bersaing keluar, dengan kata lain “Hanya menjadi Jagoan di Kandang” Belum lagi ada informasi dari hasil rekrutmen perusahaan besar yang bonafit, pada saat seleksi, team seleksi tidak berani mengadakan wawancara kepada si pelamar apalagi menerima si pelamar, karena apa? karena setelah pemeriksaan berkas, nilai yang tertera pada transkrip nilai terpampanglah angka-angka yang menakjubkan, entah apa yang menjadi kekhawatiran mereka, atau mungkin mereka takut si pelamar meminta gaji atau imbalan yang spektakuler juga sesuai dengan angka-angka yang spektakuler tersebut. Ternyata kebijakan rekrutmen pada dunia kerja saat ini tidak bisa lagi berpatokan pada transkrip nilai yang spektakuler, tetapi keseimbangan dengan kemampuannyalah yang dilihat. Hal seperti ini seharusnya dapat menjadi masukan kepada semua lembaga pendidikan tinggi kita untuk berbenah diri, dengan cara meningkatkan kemampuan para pengajarnya selain itu juga fasilitas-fasilitas lembaga.

Dari hal-hal seperti tersebut di atas, pimpinan lembaga harus bersikap tegas demi kesesuaian lembaga pendidikan yang dikelola dengan hasil mutu atau kualitas output alumnus. Lembaga pendidikan dapat mengadakan penelitian dengan cara mengedarkan kuisioner kepada para mahasiswa-mahasiswi dan kalau perlu adakan wawancara terhadap mahasiswa secara berkala untuk menggali kemajuan lembaga dan mencari masukan-masukan yang positif untuk kemajuan lembaga pendidikan tinggi yang dikelola, agar mutu lembaga pendidikan yang dimiliki dapat dipercaya di dunia kerja dan dapat berkompetitif pada pasar tenaga kerja regional maupun nasional kalau perlu internasional.

Ketegasan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan sangat mutlak diperlukan, karena setiap manusia dihadapkan kepada pilihan-pilihan dan pengambilan keputusan, perlu dingat juga oleh pimpinan lembaga, bahwa keputusan yang dibuat bukan saja memberikan konsekuensi bagi para tenaga pengajar saja tetapi bagi diri sendiri juga. Oleh karena itu agar keputusan yang diambil bermutu, diperlukan ketersediaan informasi yang memadai, baik jumlah maupun mutunya. Dan yang perlu diingat adalah keputusan yang telah diambil harus dilaksanakan untuk mengetahui hasil yang diharapkan, dan harus diadakan penilaian kembali agar dalam perencanaan mendatang dapat diperbaiki sebagai proses tujuan lembaga.

Di era globalisasi sekarang ini banyak tantangan-tantangan dalam menembus pasar tenaga kerja, semua lembaga pendidikan terutama lembaga pendidikan tinggi yang nantinya mencetak tenaga-tenaga yang profesional dan handal dalam lingkungan kerja, yang penting sekali adalah sejauhmana kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas yang dikelolanya, apalagi dunia kerja yang dimasuki adalah dunia kerja bisnis yang akan merefleksikan pada eksistensi sebuah organisasi atau perusahaan, terutama perusahaan-perusahaan besar.

Dalam menghadapi tantangan ini seharusnya para pengelola pendidikan tinggi berusaha untuk menghimpun Feedback atau umpan balik dari dunia kerja seperti perusahaan-perusahaan besar terhadap kriteria-kriteria karyawan yang diperlukan oleh perusahaan tersebut, agar setiap saat lembaga pendidikan tinggi selalu tanggap dan siap melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan. Dari umpan balik yang obyektif para pengelola pendidikan tinggi berupaya melihat dari kacamata atau sudut pandang manajemen sumber daya manusia, agar berusaha untuk memusatkan perhatiannya pada usaha meningkatkan kemampuan kompetitif dalam pasar tenaga kerja.

Akhirnya penulis berharap semoga saja lembaga pendidikan tinggi di Kabupaten Kotawaringin Timur ini tidak ada oknum pengajar yang bermental bobrok seperti yang ada dalam percakapan di atas, dan semoga semua lembaga pendidikan tinggi kita berkualitas dan handal  sehingga dapat menembus pasar tenaga kerja yang benar-benar dapat kompetitif.

 

Sebagai renungan :“Perbuatan adalah cerminan isi hati. Jika hati dipenuhi kebaikan, maka sikap dan tindakan akan baik, begitu juga sebaliknya jika hati dipenuhi keburukan, maka akan timbulah sikap dan tindakan yang buruk pula”.

Bambang Supiansyah, S.IP.,M.Kes

Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan BKD Kab.Kotawaringin Timur

E-mail : supiansyahbambang@yahoo.co.id





Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia


Alamat : Jl. Jenderal Sudirman No.1 Sampit Kalimantan Tengah
Telepon : (0531) 32796
Email : bkpsdm@kotimkab.go.id
Website : https://bkpsdm.kotimkab.go.id -

Hubungi Kami:
Statistik Pengunjung
  • Pengunjung (985099 Kunjungan)
  • Hits (985099 Kunjungan)
  • Hari Ini (4 Kunjungan)
  • Kemarin (715 Kunjungan)