EFEKTIFITAS PENERAPAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP PENGELOLAAN KARAKTERISTIK MANUSIA PADA ORGANISASI DALAM MENJALANKAN MANAJEMEN YANG BAIK DAN BENAR

Oleh : BAMBANG SUPIANSYAH, S.IP.,M.Kes

Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan BKD Kab. Kotawaringin Timur

Definisi dari organisasi itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “organon” yang memiliki arti sebuah alat atau instrument, artinya organisasi itu merupakan wadah atau suatu alat untuk membantu manusia atau individu dalam mencapai tujuannya. Ketika satu organisasi dibentuk apa sebenarnya yang menjadi tujuan utamanya harus sudah jelas, tujuan akhir dari didirikannya organisasi tersebut bukan hanya organisasinya saja, melainkan wadah atau tempat untuk mencapai tujuan bersama maupun individu.

            Dari seorang manusia dilahirkan hingga menutup usia pun manusia selalu berhubungan dengan organisasi, kita lihat dan perhatikan saja sejak lahirnya seorang anak manusia, misalnya, manusia sudah berhubungan dengan organisasi dengan kata lain seorang manusia dilahirkan sudah pasti berhubungan dengan rumah sakit bersalin atau pada tempat praktek bidan atau klinik yang dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi, kemudian setelah mencapai usia sekolah seorang manusia akan mengikuti pendidikan yang notabene sebagai sebuah organisasi, kemudian bekerja di sebuah kantor atau sebuah perusahaan, sampai dengan hal-hal kematian pun masih berhubungan dengan organisasi seperti perusahaan asuransi serta organisasi kematian yang sudah tidak asing lagi ditelinga khalayak ramai  seperti “Fardu Kifayah”. Dari contoh di atas kita dapat merasakan betapa pentingnya organisasi bagi manusia sebagai wadah mencapai tujuan pribadi, kelompok maupun organisasi itu sendiri. Oleh karena itu organisasi perlu kita kelola atau dengan kata kerennya di-“Manage” sebaik mungkin agar kita dapat memenuhi kebutuhan kita dan organisasi dengan mudah. Dengan melihat uraian di atas kita sudah dapat simpulkan bahwa antara manusia dan organisasi itu adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, karena manusia kapan saja dan dimana saja selalu berhubungan dengan organisasi begitu juga dengan organisasi selalu membutuhkan manusia sebagai pengelola manajemennya.

            Dalam mengelola suatu organisasi sebaiknya kita sudah paham atau mengetahui bagaimana organisasi bisa dianggap berproses, bagaimana memelihara interaksi antar para anggotanya, bagaimana supaya organisasi itu tetap hidup dan berkembang. Hal seperti ini tidak lepas dari perilaku dan peran setiap anggotanya dalam memelihara interaksi secara baik dan benar. Memang dalam setiap organisasi apapun bentuknya selalu ada permasalahan seperti system, konsep maupun teknisnya, ada yang lebih penting bahkan termasuk unsur yang sangat vital dalam organisasi yaitu factor manusianya, sudah tentu hal ini menjadi tantangan yang berat bagi setiap pemimpin dalam setiap instansi atau organisasi. Bagi pemimpin sudah barang tentu harus memahami dan mengetahui mengapa individu dalam organisasi selalu menunjukan perilaku-perilaku yang terkadang diluar dugaan atau diluar ketentuan. Hal yang terpenting bagi seorang pemimpin adalah dalam bertindak untuk sebuah keputusan terutama sekali dalam melimpahkan tugas kepada bawahannya tentang siapa yang akan melaksanakan tugas, tugas yang seperti apa, dengan siapa, caranya seperti apa, tentu saja akan menimbulkan banyak permasalahan jika seorang pemimpin tidak memahami atau mengetahui karakteristik maupun perilaku bawahannya.

            Perlu kita mengingat kembali bahwa unsur manusia adalah salah satu unsur yang paling penting dalam organisasi. Manusia dapat mendukung keberhasilan organisasi tetapi dapat juga sebaliknya manusia dapat membuat kegagalan dalam mencapai tujuan orginsasi, kenapa demikian?, karena manusia memiliki sifat yang unik, setiap individu memiliki sifat yang berbeda satu sama lainnya, bahkan setiap individu memiliki perbedaan seperti latar belakang kehidupan, perbedaan kemampuan serta keinginan-keinginan yang berbeda pula. Untuk itulah seorang pemimpin harus mampu memandang setiap bawahannya sebagai manusia secara menyeluruh, utuh, serta integritas pribadinya.

            Perilaku individu dalam organisasi itu bermacam-macam jadi kita harus tahu bagaimana cara pengelolaannya artinya setiap perilaku individu yang diluar keinginan suatu organisasi, sebagai seorang pemimpin bukan serta merta diabaikan begitu saja, cobalah cari cara untuk meningkatkan motivasi kerja mereka. Karena setiap individu memiliki tingkat kemampuan dan motivasi kerja yang berbeda-beda. Misalkan dalam teori kepemimpinan situasional kita menemukan individu terutama bawahan dalam organisasi seperti ada bawahan atau individu tidak mampu dan tidak mau (kematangan bawahan M1) sering kita lihat pada individu sebagai bawahan dengan adanya ketidakmampuan bahkan tidak memiliki kemauan untuk bekerja karena adanya ketidak yakinan dalam bekerja, ada juga bawahan atau individu yang tidak mampu tetapi mau (kematangan bawahan M2) artinya bawahan tersebut tidak memiliki kemampuan tetapi memiliki kemauan yang tinggi untuk bekerja, ada lagi bawahan atau individu yang mampu tetapi tidak mau (kematangan bawahan M3) artinya bawahan atau individu sebenarnya memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki kemauan atau adanya ketidak yakinan dalam diri untuk bekerja,  bahkan ada lagi yang luar biasa yang benar-benar diperlukan dalam organisasi yaitu bawahan yang mampu dan mau (kematangan bawahan M4) artinya bawahan ini memiliki kemampuan luar biasa juga dibarengi dengan kemauan kerja yang tinggi pula karena dibarengi keyakinan yang tinggi untuk bekerja.

Gambar 1. Kepemimpinan Situasional terhadap kematangan bawahan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jika pemimpin menemui bawahan yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk berkerja yang berbeda, maka pemimpin harus menyusun strategi untuk penyembuhan dan pemulihan pada setiap tingkat kemampuan dan kemauan setiap bawahannya untuk bekerja. Salah satu gaya kepemimpinan yang cukup dikenal dapat dijalankan yaitu gaya kepemimpinan “Situasional” yang menekankan pada perilaku pimpinan yang dihubungkan dengan tingkat kematangan dari bawahan. Gaya kepemimpinan ini dikemukakan oleh ahli Manajeman Sumber Daya Manusia Paul Hersey dan Kenneth Blanchard, Menurut Hersey, seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya agar supaya dalam menjalankan roda kepemimpinannya tidak ada kesalahan-kasalahan yang mendasar. Memang dalam menjalankan kepemimpinannya seorang pemimpin perlu bahkan boleh dikatakan harus memahami teori-teori kepemimpinan. Karena dengan memahami teori-teori tersebut dapat dijadikan dasar menganalisa sejauhmana keefektifan kepemimpinan seorang pemimpin dalam suatu organisasi apakah dapat dilaksanakan secara efektif menunjang dalam peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan.

  1. Bawahan tidak mampu dibarengi tidak mau (tidak yakin).

Apabila pemimpin menemukan bawahan yang tidak mampu dan dibarengi ke-tidakmauan atau tidak yakin akan bisa mengerjakan pekerjaan yang diberikan oleh atasan, maka pemimpin harus menciptakan komunikasi yang efektif walaupun komunikasi yang terjadi hanya satu arah, karena bawahan seperti ini terkesan pasif dan pemimpin harus bahkan selalu menunjukan kepada bawahan apa yang harus dilaksanakan, kapan dilaksanakan, dimana dilaksanakan dan bagaimana tugas yang diberikan oleh atasan tersebut dilaksanakan. Disini pemimpin senantiasa memberitahu atau mendektekan tentang tugas yang diberikan dan harus dikerjakan, cara mengerjakannya, dan kapan tugas itu harus selesai, tetapi yang perlu diingat oleh pimpinan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan tetap menjadi tanggung jawab pemimpin. Catatan bagi atasan yang memiliki bawahan dengan tingkat kematangan tidak mampu dan dibarengi ketidak mampuan atau tidak yakin akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan oleh atasan, hal ini biasanya terjadi pada pegawai baru, disini atasan senantiasa memberikan arahan-arahan atau istilah kerennya (telling), maka atasan perlu memikirkan suatu strategi untuk meningkatkan kemampuannya agar bawahan tersebut mendapatkan keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan tugas yang diembannya, yakni dengan cara rencanakan pelatihan yang berhubungan dengan bidang tugasnya.

  1. Bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan (yakin).

Jika seorang pemimpin menemukan tingkat kematangan bawahan yang tidak mampu tetapi mau atau masih ada keyakinan akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan oleh atasan, apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin?, meskipun yang bersangkutan sebagai bawahan merasa yakin, tetapi yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin adalah kurangnya kemampuan atau keterampilan yang dimiliki bawahan untuk melaksanakan tugas itulah yang menjadi titik focus perhatian. Gaya yang paling jitu untuk mengatasi bawahan seperti ini ini adalah dengan menawarkan dan konsultasi atau bahasa kerennya selling dan counsulting. Dalam hal ini pemimpin harus mengarahkan, mendukung, dan membantu bawahan melalui komunikasi dua arah, artinya pemimpin mau mendengar pendapat bawahannya tetapi perlu diingat oleh seorang pemimpin bahwa setiap pengambilan keputusan tetap berada pada pemimpin. Mungkin dalam benak para atasan akan berkecamuk bagimanakah strategi untuk meningkatkan kemampuan para bawahan yang seperti ini?, caranya adalah sama dengan cara mengatasi bawahan yang tidak mampu dan tidak ada kemauan atau tidak yakin akan bisa bekerja, yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan bidang tugasnya, selain itu diberikan kursus-kursus atau dukungan-dukungan yang dapat meningkatkan motivasinya untuk bekerja.  

  1. Bawahan Memiliki Kemampuan Tetapi Tidak Memiliki Kemauan (Tidak Yakin).

Ada lagi tingkat kematangan dari bawahan yang ditandai dengan adanya kemampuan atau dengan kata lain bawahan tersebut sebenarnya memiliki kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya, tetapi yang bersangkutan tidak memiliki kemauan untuk mengerjakannya atau dengan kata lain yang bersangkutan tidak memiliki keyakinan untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan. Nah, jika atasan menemukan bawahan yang seperti ini, maka atasan harus membuka komunikasi dua arah lebih intens atau istilah kerennya “participating” supaya yang bersangkutan mau menggunakan kemampuannya yang dimiliki. Bagaimana caranya seorang pemimpin menghadapi bawahan yang seperti ini, dan bagaiman caranya agar bawahan seperti ini mau atau yakin akan bisa melaksanakan tugas yang diembannya?, jika dibenak sudah ada pertanyaan tersebut, alangkah baiknya seorang pemimpin mulai menerapkan strategi seperti yang diisyaratkan dalam gaya kepemimpinan situasional. Untuk meningkatkan kemauan atau keyakinan untuk bisa melakukan tugas yang diberikan oleh atasan, bisa dengan cara memberikan diklat keterampilan artinya diklat tersebut yang berkaitan dengan keterampilan untuk meningkatkan kemauan dan semangat kerja, selain hal tersebut pemimpin harus membina atau meningkatkan hubungan komunikasi dua arah secara intensif.

  1. Bawahan yang memiliki kemampuan dan kemauan (yakin).

Bawahan maupun pelaksana pada setiap organisasi itu memang sangat bervariasi karekteristik maupun kemampuannya, sangat memungkinkan adanya bawahan yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk bekerja yang sangat tinggi. Dalam hal seperti ini menjadi seorang pemimpin akan lebih mudah untuk mendisribusikan pekerjaannya, dengan memberikan kewenangan atas tugas yang harus dikerjakan, tetapi jangan melupakan control yang baik terhadap pekerjaannya artinya masih ada batasan-batasan yang menjadi kewenangannya, jangan sampai kewenangan tersebut menjadi dasar bawahan untuk melakukan hal-hal yang diluar batas kewenagan yang diberikan kepada seorang bawahan atau pelaksana pada suatu organisasi.

Tingkat Kematangan

  1. Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik tentang tugas dan tanggung jawabnya. Menghadapi bawahan seperti ini pemimpin agak sedikit memaksa dengan menjelaskan apa yang menjadi tanggungjawabnya, tugasnya bahkan dengan sedikit ancaman yang tegas berdasarkan koridor aturan yang berlaku.
  2. Tingkat kematangan M2 (tidak mampu tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk. Dalam hal ini pemimpin harus benar-benar bias atau dapat menjelaskan secara detail apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya hingga mencapai apa tujuan akhir pekerjaan tersebut.
  3. Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri kesempatan untuk  mengambil keputusan. Bawahan seperti perlu adanya kecermatan seorang pemimpin dalam menggali kemampuan bawahan, berikan bawahan untuk menggali ide serta membuat keputusan tentang pekerjaan ataupun tugasnya, tetapi wewenang pengambilan keputusan akhir tetap berada pada pemimpin, artinya penggalian ide dan keputusan bawahan jangan melampuai batas kewenangan seorang bawahan.
  4. Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan system control yang baik. Dalam hal ini sorang pemimpin mudah-mudah susah dalam membina bawahan seperti ini. Mudahnya pemimpin tidak perlu repot-repot lagi memberikan penjelasan yang detail, susahnya bawahan seperti ini bisa melampaui kewenangan atasannya. Hati-hati menghadapi bawahan seperti ini …!!! Buat control yang tepat dan baik tanpa membuat bawahan seperti ini menjadi lemah kinerjanya.

Bagaimana cara kita memimpin, jika kita sebagai seorang manager atau pemimpin dalam suatu kelompok kerja ataupun organisasi?. Cara-cara seperti diatas dapat kita terapkan dalam mengelola ataupun mendistribusikan suatu tugas pekerjaan kepada bawahan, dan hal tersebut akan selalu dipengaruhi oleh kematangan orang yang kita pimpin supaya tenaga kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal.

 

Sumber Penulisan :

  1. Manajemen SDM (Salemba Empat 2006)
  2. Kepemimpinan (UT 2002)
  3. Administrasi Kepegawaian (UT 1996)
  4. Perilaku Organisasi (UT 2002)
  5. Psikologi Sosial (UT 2000)




Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia


Alamat : Jl. Jenderal Sudirman No.1 Sampit Kalimantan Tengah
Telepon : (0531) 32796
Email : bkpsdm@kotimkab.go.id
Website : https://bkpsdm.kotimkab.go.id -

Hubungi Kami:
Statistik Pengunjung
  • Pengunjung (983502 Kunjungan)
  • Hits (983502 Kunjungan)
  • Hari Ini (153 Kunjungan)
  • Kemarin (272 Kunjungan)